Ronny Purwadi, seorang dosen di Program Studi Teknik Pangan FTI Institut Teknologi Bandung, mengungkapkan bahwa target penerapan etanol campuran 10 persen atau E10 dalam bahan bakar minyak tahun depan sangat sulit tercapai. Ia menilai industri bioetanol di Tanah Air masih belum siap baik dari sisi produksi maupun distribusinya.
Dalam sebuah diskusi yang diadakan di Jakarta, ia menjelaskan bahwa langkah-langkah untuk membangun pabrik etanol dengan kapasitas yang sesuai untuk kebutuhan bahan bakar kendaraan bukanlah hal yang sederhana. Dibutuhkan waktu dan perencanaan matang untuk memastikan bahwa semua sumber daya tersedia untuk mendukung industri ini.
Ronny menegaskan pentingnya pemerintah untuk mempertimbangkan realitas dan memperhitungkan semua aspek yang terlibat. Ketidakpastian dalam hitung-hitungan saat ini menjadi faktor penentu apakah target tersebut dapat diwujudkan atau tidak.
Menghadapi Tantangan Pembangunan Industri Bioetanol di Indonesia
Pembangunan pabrik bioetanol di dalam negeri membutuhkan waktu yang cukup lama, dan Ronny meragukan kecepatan realisasinya. “Bahkan jika proyek pabrik dimulai hari ini, saya tidak yakin dalam satu tahun sudah bisa beroperasi,” ujarnya. Tentu saja, banyak hal perlu dipersiapkan sebelum kita bisa menggunakan E10 secara menyeluruh.
Ronny juga menjelaskan bahwa industri ini memerlukan kapabilitas dari hulu ke hilir yang terbuka untuk kolaborasi antara pemerintah dan swasta. Membangun infrastruktur dan sistem distribusi yang efisien menjadi salah satu tantangan utama yang harus dihadapi.
Penting bagi pemerintah untuk tidak hanya mengedepankan cita-cita, tetapi juga menghitung secara realistis apa yang bisa dicapai dalam fase pendek, menengah, dan panjang. Keseriusan sangat dibutuhkan agar semangat untuk mencapai target tersebut tidak pudar.
Pernyataan Menteri dan Rencana Penggunaan E10
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, sebelumnya telah mengumumkan bahwa penggunaan E10 dalam bahan bakar akan diterapkan mulai tahun depan, setelah mendapat persetujuan dari presiden. Pernyataan ini didukung oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, yang meyakini bahwa seluruh bensin yang dijual di Indonesia akan mengandung campuran etanol 10 persen.
Langkah kebijakan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk mendorong kemandirian energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil. Hal ini diharapkan dapat membantu Indonesia mengoptimalkan potensi sumber daya lokal.
Namun, baru-baru ini Bahlil memperbarui informasi terkait timeline pelaksanaan E10. Ia mengindikasikan bahwa penerapan tersebut mungkin bisa dilakukan paling cepat pada tahun 2027, bergantung pada kesiapan infrastruktur dan industri yang ada.
Strategi Membangun Pabrik Etanol Domestik
Untuk mewujudkan penggunaan E10 secara efektif, pemerintah harus memperhatikan pembangunan pabrik etanol yang dapat memanfaatkan komoditas lokal seperti singkong dan tebu. Menurut laporan terbaru, Pertamina saat ini baru memiliki produk bensin etanol dengan kadar 5 persen yang dikenal dengan nama Pertamax Green.
Menurut Bahlil, langkah-langkah selanjutnya melibatkan mendorong para petani untuk beralih ke pengembangan bahan baku etanol yang berkelanjutan. Kajian mendalam sedang dilakukan untuk menentukan kapan waktu yang paling tepat untuk melaksanakan kewajiban penggunaan E10 di seluruh Indonesia.
Dari sini, tantangan nyata terletak pada pemenuhan pasokan dan kebutuhan dalam negeri. Harapan untuk tidak mengandalkan impor etanol dari negara lain perlu ditekankan agar kebijakan ini benar-benar sukses.
Peran Penting Bioetanol Dalam Mengurangi Ketergantungan Energi
Ronny menegaskan bahwa penerapan E10 diharapkan dapat menjadi langkah positif untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM. Namun, penghitungan rinci mengenai penurunan ketergantungan ini belum dilakukan.
Ia mengingatkan agar target pengurangan impor BBM tidak justru mengarah pada peningkatan pengimporan etanol. Ini adalah proses dualisme yang harus dikelola dengan baik agar kemandirian energi dapat terwujud.
Secara global, etanol sering dibuat dari bahan baku lokal yang beragam, seperti nira tebu, jagung, gandum, dan kentang. Di Indonesia, potensi pengolahan etanol dapat dieksplorasi dari bahan seperti molase, singkong, dan nira aren.











