Larangan penggunaan sepeda motor berbahan bakar bensin di Hanoi, Vietnam, telah menimbulkan kegelisahan di kalangan industri, terutama dari merek-merek asal Jepang yang mendominasi pasar sepeda motor di negara tersebut. Banyak yang khawatir bahwa kebijakan tersebut dapat memicu kebangkrutan, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan dampak negatif luas lainnya di sektor ini.
Asosiasi produsen sepeda motor, yang dipimpin oleh Honda dan termasuk Yamaha dan Suzuki, telah menyampaikan surat kepada pemerintah setempat sejak Juli lalu. Dalam surat tersebut, mereka menegaskan kekhawatiran mengenai dampak dari larangan ini terhadap ratusan ribu pekerja di industri dan dealer.
Pemerintah Vietnam, di bawah arahan Perdana Menteri Pham Minh Chinh, telah memutuskan untuk melarang sepeda motor bensin memasuki pusat kota Hanoi mulai pertengahan 2026. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya mengatasi polusi udara yang semakin parah di ibu kota Vietnam.
Kekhawatiran dari Pelaku Industri terhadap Kebijakan Baru
Surat yang disampaikan oleh asosiasi produsen menyoroti potensi gangguan produksi dan risiko kebangkrutan bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat. Mereka mengingatkan bahwa fase transisi yang terlalu singkat dapat mengganggu stabilitas ekonomi lokal yang bergantung pada industri otomotif.
Dari perspektif industri, dampak larangan ini akan dirasakan secara langsung oleh hampir 2.000 dealer kendaraan dan sekitar 200 pemasok komponen di seluruh Vietnam. Dalam surat tersebut, para produsen meminta agar otoritas menetapkan masa transisi yang lebih panjang, setidaknya dua hingga tiga tahun, untuk menyesuaikan operasi mereka.
Selain itu, mereka menekankan pentingnya memperluas jaringan stasiun pengisian daya listrik dan menetapkan standar keselamatan yang diperlukan untuk kendaraan listrik. Dalam hal ini, waktu persiapan yang cukup dianggap esensial untuk melakukan peralihan yang aman dan efektif.
Respon Pemerintah Jepang terhadap Kebijakan Pemerintah Vietnam
Pemerintah Jepang telah mengambil langkah proaktif dalam menyikapi larangan ini dengan mengirimkan surat peringatan kepada pemerintah Vietnam. Mereka mengingatkan bahwa kebijakan yang diterapkan secara mendadak dapat memicu risiko besar terhadap industri, termasuk potensi PHK.
Kedutaan Besar Jepang di Hanoi secara resmi menyatakan bahwa pelarangan yang tiba-tiba akan berdampak pada lapangan kerja, terutama di sektor pendukung yang terkait dengan sepeda motor. Peringatan ini mencakup dealer, pemasok, dan berbagai stakeholder lain di rantai pasokan industri otomotif.
Dalam suratnya, Kedutaan meminta pemerintah Vietnam untuk mempertimbangkan dengan seksama dampak dari kebijakan ini dan merekomendasikan peta jalan yang lebih bertahap menuju elektrifikasi kendaraan. Mereka berpendapat bahwa sebuah pendekatan yang lebih terencana dan gradual lebih efektif dalam mengurangi polusi sambil menjaga kestabilan ekonomi.
Pentingnya Pendekatan Bertahap dalam Transisi Energi
Transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik memerlukan lebih dari sekedar larangan. Hal ini menyangkut perubahan besar dalam infrastruktur, teknologi, dan perilaku konsumen. Tanpa rencana yang baik, perubahan ini bisa mengganggu kehidupan banyak pihak.
Asosiasi produsen juga mencatat bahwa untuk mencapai tujuan pengurangan emisi secara efektif, pemerintah harus menyediakan dukungan teknis dan finansial yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan transisi. Hal ini termasuk pendidikan dan pelatihan bagi pekerja dalam menghadapi revolusi teknologi.
Fakta bahwa kota-kota besar lain di Vietnam, seperti Ho Chi Minh City, juga berencana menerapkan langkah serupa menunjukkan bahwa ini adalah isu regional yang lebih luas. Semua pihak harus bersiap untuk beradaptasi dengan perubahan yang akan datang dan mencari solusi jangka panjang.











