Di tengah tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan aset daerah, Bupati Kutai Kartanegara, dr. Aulia Rahman Basri, mengajukan inisiatif penting kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Usulan yang disampaikan mencakup program prioritasi dalam percepatan sertifikasi aset pemda yang dinilai sangat kritis, terutama yang berkaitan dengan fasilitas umum dan sosial.
Dalam undangan dialog yang diadakan di Pendopo Odah Etam, Aulia menjelaskan situasi aset pertanahan di daerahnya dengan data yang cukup memprihatinkan. Meski total aset tanah daerah mencapai 2.912 bidang, hanya 478 bidang yang sudah bersertifikat, sementara sisanya, lebih dari 2.400 bidang, masih belum memiliki kepastian hukum dalam bentuk sertifikat.
Ketidaktahuan mengenai status legalitas aset ini, menurut Aulia, menjadi potensi masalah yang serius. Terlebih lagi, BPK RI dan KPK sudah mencatat hal ini sebagai bentuk pengawasan dalam program Monitoring Center for Prevention untuk aset daerah. Tanpa ada langkah yang diterapkan secara cepat, proses sertifikasi mungkin memakan waktu lebih dari seabad.
Program yang diusulkan mencakup tidak hanya sertifikasi lahan tetapi juga peninjauan lahan eks-transmigrasi dan audit terhadap HGB dan HGU yang tidak produktif. Berdasarkan temuan yang ada, banyak aset bersangkutan yang tidak memiliki dasar hak yang jelas, dan ini menjadi penghambat utama sertifikasi yang lebih cepat.
Mengupas Tantangan dan Solusi dalam Sertifikasi Aset Pemda
Ketidakjelasan status hukum dari lahan eks-transmigrasi merupakan salah satu titik lemah penting yang disoroti oleh Bupati Aulia. Banyak fasilitas seperti sekolah dan puskesmas terancam karena status tanah yang masih tercatat atas nama kementerian terkait.
Hal ini menghambat pembangunan lebih lanjut dan rehabilitasi. Di dalam banyak kasus, proyek yang telah direncanakan tidak bisa dilaksanakan hanya karena permasalahan status tanah yang tidak menentu.
Kondisi yang serupa terlihat di sejumlah kecamatan lain yang berada di kawasan hutan produksi atau konservasi. Banyak infrastruktur publik, termasuk pemukiman penduduk, terpaksa bersaing dengan peraturan yang ketat, membuat pembangunan di kawasan tersebut menjadi tertunda.
Dampak Sosial dari Ketidakpastian Status Aset Pertanahan
Ketidakpastian ini tidak hanya berimbas pada program pembangunan, tetapi juga menciptakan ketegangan dalam masyarakat. Dalam banyak kasus, lahan HGU dan HGB yang tidak produktif justru menjadi sumber konflik baru antara masyarakat dan pemilik sebelumnya.
Beberapa bidang tanah sudah lama ditinggalkan pengelolanya tanpa ada langkah pengembalian ke negara. Permasalahan yang terakumulasi ini mengarah kepada pertikaian di tingkat lokal yang berpotensi merugikan kedua belah pihak.
Aulia menekankan pentingnya pendataan ulang dan penyelarasan data pertanahan dari berbagai pihak, sehingga pemecahan masalah dapat dilakukan secara lebih terstruktur dan efisien. Dia juga berharap tanah yang tidak produktif bisa diretribusi demi kepentingan umum.
Pentingnya Sinergi antara Pemda dan Kementerian
Kerjasama yang lebih erat antara Pemda dan kementerian terkait diharapkan dapat menyelesaikan masalah ini dengan cepat. Dukungan dari Kementerian ATR/BPN sangat diperlukan untuk memastikan langkah-langkah konkrit dalam penyelesaian hak atas tanah di daerah.
Aulia menekankan kesiapan Pemkab Kukar untuk menjadi proyek percontohan dalam percepatan sertifikasi aset daerah di Kalimantan Timur. Komitmen ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah untuk memastikan semua proses berjalan dengan lancar dan terukur.
Tindak lanjut dari pertemuan ini diharapkan dapat menciptakan langkah-langkah konkret yang bermanfaat dalam penyelesaian administrasi. Dalam hal ini, adanya dukungan dari kementerian menjadi fondasi kuat bagi upaya ini.
Pendekatan menyeluruh dalam masalah pertanahan, termasuk dalam hal sertifikasi, menunjukkan bahwa ketidakpastian dalam pengelolaan aset bukan hanya masalah administratif. Hal ini berkaitan langsung dengan keberlanjutan pembangunan kawasan serta stabilitas sosial masyarakat setempat.
Sikap proaktif dalam mengatasi isu-isu ini menunjukkan kepemimpinan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan semua langkah yang diambil, diharapkan kedepannya laporan dan langkah-langkah yang diambil dapat memenuhi harapan dan menjaga kesejahteraan masyarakat di Kutai Kartanegara.











