Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mendorong adanya kebijakan yang mengarahkan produsen kendaraan listrik untuk beralih dari baterai berbasis lithium menjadi baterai berbasis nikel. Langkah ini sangat krusial mengingat Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, dan potensi ini harus dimanfaatkan untuk kepentingan nasional.
Selama acara International Battery Summit 2025 di Jakarta, Kartika menyatakan pentingnya penyesuaian regulasi agar produsen kendaraan listrik di Indonesia bisa mengimplementasikan perubahan ini secara bertahap. Dengan pendekatan ini, diharapkan Indonesia dapat mengamankan bahan baku dan memperkuat posisi dalam industri kendaraan listrik global.
Rencana Strategis Pemerintah untuk Mendorong Produksi Baterai Nikel
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah BUMN telah menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar di sektor baterai kendaraan listrik. Melalui langkah ini, mereka tengah memperluas investasi dalam industri antara untuk memastikan adanya rantai pasok yang kuat di dalam negeri. Dukungan dari kementerian lain sangat diharapkan agar insentif yang diberikan dapat mendukung transisi ini lebih cepat.
Kartika menuturkan bahwa permintaan akan baterai kendaraan listrik secara global diperkirakan akan mencapai 8.800 GWh pada tahun 2040. Dengan proyeksi ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk berperan aktif dalam rantai pasok global, terutama dengan memanfaatkan kekayaan nikel yang dimilikinya.
Ekosistem industri baterai kendaraan listrik di Karawang telah dilaunching oleh Presiden Prabowo, menunjukkan komitmen pemerintah untuk mempercepat pengembangan industri ini. Proyek ini menggabungkan beberapa perusahaan negara dan swasta untuk mengoptimalkan produksi baterai yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pentingnya Penggunaan Baterai Berbasis Nikel dalam Kendaraan Listrik
Baterai tipe NMC atau nikel manganese cobalt memiliki kepadatan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe LFP atau Lithium Ferro Phosphate. Dengan kemampuan menyimpan daya yang lebih banyak, kendaraan listrik yang menggunakan baterai nikel mampu menempuh jarak jauh dengan ukuran yang lebih ringkas. Hal ini dapat memberikan keunggulan bagi konsumen yang menginginkan performa yang lebih baik dari kendaraan mereka.
Ketersediaan nikel di Indonesia menjadi faktor penting, karena dapat mengurangi biaya produksi serta membuat rantai pasok lebih terpercaya. Jika Indonesia berhasil melakukan transisi ini, bisa menjadi pemimpin pasar baterai kendaraan listrik di kawasan.
Namun, tantangan tetap ada, seperti perlunya investasi dalam teknologi yang lebih canggih untuk proses produksi. Pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan kini tengah berupaya menciptakan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung pengembangan ini.
Keunggulan dan Kelemahan Baterai Nikel dan LFP dalam Kendaraan Listrik
Penggunaan baterai nikel memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan baterai LFP. Salah satunya adalah kepadatan energi, di mana baterai nikel mampu menyimpan daya lebih banyak sehingga kendaraan dapat menempuh jarak lebih jauh dibandingkan LFP. Hal ini sangat ideal untuk kendaraan yang digunakan sehari-hari dan jarak jauh.
Namun, durabilitas dan umur pakai baterai LFP lebih unggul dan stabil, sehingga lebih tahan lama dalam penggunaan jangka panjang. Sifat stabilitas termal pada baterai LFP membuatnya lebih aman dari risiko kebakaran, yang merupakan salah satu pertimbangan dalam penggunaannya di kendaraan listrik.
Dalam hal biaya, meskipun batterai LFP lebih murah untuk diproduksi, baterai nikel menawarkan performa yang lebih tinggi. Oleh karena itu, keputusan untuk memilih jenis baterai ini sangat bergantung pada kebutuhan pasar serta segmen kendaraan yang ditargetkan.