Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, baru-baru ini mengungkapkan bahwa banyak perusahaan komponen otomotif di Indonesia mengalami masalah serius akibat penjualan kendaraan yang menurun. Penurunan ini dipicu oleh kehadiran kendaraan listrik impor, yang mengganggu produksi mobil dalam negeri yang bergantung pada komponen lokal.
Kukuh menambahkan bahwa banyak perusahaan komponen terpaksa merumahkan pekerja karena permintaan terhadap produk mereka menurun. Situasi ini jelas mengancam keberlangsungan industri komponen dalam negeri.
Pada tahun lalu, penjualan mobil domestik mengalami penurunan drastis, dan tren ini tampaknya berlanjut hingga tahun ini. Hal ini sangat mencemaskan bagi industri otomotif Indonesia dan semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Analisis Dampak Penurunan Penjualan Kendaraan di Indonesia
Salah satu dampak besar dari penurunan penjualan kendaraan adalah berkurangnya utilisasi pabrik di sektor otomotif. Kukuh mencatat bahwa utilisasi industri mobil telah turun dari 73 persen menjadi 55 persen tahun ini. Penurunan ini berimbas pada produksi dan daya saing industri lokal.
Selain itu, penjualan mobil domestik pada tahun lalu telah menyusut menjadi 865 ribu unit. Dalam enam bulan pertama tahun ini, penjualan turun hampir 10 persen, mencapai angka 453 ribu unit. Penurunan ini jelas mencerminkan adanya pergeseran dalam preferensi konsumen.
Salah satu faktor utama yang memengaruhi penurunan penjualan adalah melemahnya daya beli masyarakat. Banyak orang merasa tertekan dengan pajak tinggi yang membebani kepemilikan kendaraan, terutama selain kendaraan listrik. Ini hanya memperburuk situasi yang dihadapi oleh produsen mobil domestik.
Peran Insentif bagi Kendaraan Listrik Impor dalam Pasar
Di sisi lain, insentif untuk kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) impor tampaknya berhasil meningkatkan minat konsumen. Namun, Kukuh mengingatkan bahwa keberhasilan ini justru memberi dampak negatif pada industri lokal yang telah lama eksis. Menurutnya, insentif ini perlu dievaluasi lebih lanjut agar tidak merugikan industri dalam negeri.
Data menunjukkan bahwa kendaraan listrik impor kini menguasai pasar, dengan persentase mencapai 64 persen pada Mei 2025. Tren ini menunjukkan bahwa industri mobil domestik harus bersaing lebih keras untuk merebut hati konsumen.
Riyanto, peneliti dari LPEM UI, berpendapat bahwa insentif untuk kendaraan listrik impor hanya akan berpengaruh positif pada sektor perdagangan dan akan menciptakan dampak berganda yang minimal di sektor produksi lokal. Produksi dalam negeri harus dioptimalkan agar tidak sekadar bergantung pada impor.
Respon dari Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM)
Sementara itu, gabungan industri alat-alat mobil dan motor atau GIAMM juga mulai merasakan dampak dari penurunan penjualan kendaraan. Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki, mengemukakan bahwa banyak anggotanya yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat penjualan yang menurun.
Ia menambahkan bahwa kondisi pasar otomotif yang tidak stabil ini telah mengakibatkan penurunan pasokan komponen ke pabrikan hingga sekitar 28 persen. Hal ini jelas menjadi tantangan besar bagi anggota GIAMM yang berfokus pada penyediaan komponen otomotif.
Menurut Rachmat, peningkatan impor truk untuk kebutuhan sektor pertambangan memperburuk situasi pasar. Di sisi lain, meskipun pasar mobil listrik tumbuh, jenis kendaraan ini tidak menggunakan komponen sebanyak kendaraan konvensional.