Industri otomotif di Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan serius akibat fenomena “banting harga” yang marak terjadi. Praktik ini tidak hanya berpotensi merugikan perusahaan-perusahaan otomotif, tetapi juga bisa berdampak negatif pada keberlangsungan tenaga kerja serta ekosistem industri yang ada.
Bob Azam, seorang pejabat senior di Toyota Motor Manufacturing Indonesia, telah mengungkapkan keprihatinan terkait situasi ini. Menurutnya, jika persaingan harga yang tidak sehat ini dibiarkan, maka dampaknya bisa meluas dan berisiko merusak industri otomotif nasional.
Dalam keterangannya, Bob menekankan pentingnya menjaga persaingan yang sehat dalam industri otomotif. Ia menyampaikan bahwa persaingan seharusnya menguntungkan konsumen, namun tetap dalam koridor yang fair dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ancaman Praktik Banting Harga di Sektor Otomotif
Saat ini, banyak produsen mobil, terutama dari China, yang memangkas harga jual kendaraan mereka secara signifikan. Beberapa merek seperti MG, BAIC, dan Neta menawarkan diskon yang cukup besar, membuat harga kendaraan mereka jauh lebih atraktif dibandingkan sebelumnya.
Dengan peluncuran model-model baru, seperti mobil listrik termurah dari BYD, yakni Atto1 yang dijual mulai dari Rp195 juta, situasi semakin menjadi rumit. Hal ini berpotensi menciptakan gesekan yang lebih intens dalam persaingan harga di pasar.
Penurunan harga yang drastis sering kali mengacu pada strategi yang dikenal dengan istilah predatory pricing. Strategi ini, yang bertujuan untuk menangkal pesaing dengan menurunkan harga hingga batas terendah, harus diwaspadai agar tidak merusak ekosistem industri.
Pentingnya Perlindungan Terhadap Industri Otomotif
Bob Azam memperingatkan bahwa jika praktik ini tidak segera ditangani, maka industri otomotif di Indonesia bisa berada dalam bahaya. Ia menyatakan bahwa ini tidak hanya mempengaruhi pasar mobil baru, tetapi juga dapat berdampak pada industri mobil bekas yang memiliki potensi besar di dalam negeri.
Dengan adanya sekitar 1,8 juta potensi pasar di sektor mobil bekas, ancaman terhadap industri ini berarti kehilangan banyak lapangan kerja dan penghidupan bagi masyarakat yang bergantung padanya. Hal ini menunjukkan bahwa dampak dari strategi harga yang tidak sehat ini sangat luas.
Untuk melindungi industri otomotif, Bob berharap agar pemerintah memiliki tindakan yang tegas dalam menangani praktik predatory pricing. Ia meminta regulator untuk menilai dengan serius konsekuensi dari persaingan tidak sehat ini.
Dampak pada Sektor Tenaga Kerja dan Ekosistem Pendukung
Lebih jauh lagi, Bob juga mengungkapkan bahwa kemandirian industri mobil listrik yang sedang dibangun saat ini perlu dipertimbangkan secara hati-hati. Dengan komponen mobil listrik yang lebih sedikit dibandingkan mobil konvensional, ini bisa berarti mengurangi lapangan kerja.
Bob percaya bahwa industri otomotif yang telah memiliki pengalaman panjang di Indonesia melahirkan produk dengan daya saing global dan sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan wilayah. Oleh karena itu, perlu ada pengembangan yang menjaga keberlangsungan industri.
Penting untuk memastikan bahwa inovasi dan teknologi baru, termasuk mobil listrik, tidak membunuh industri yang sudah ada. Jika pengembangan teknologi baru tidak dilakukan dengan bijak, maka industri otomotif yang sudah ada bisa terancam.