Kejaksaan Agung baru saja menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Penetapan ini mengejutkan banyak pihak, terutama mengingat perannya yang penting dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Kasus ini bermula dari dugaan bahwa pengadaan tersebut telah merugikan negara hingga mencapai Rp 1,98 triliun. Penjelasan resmi dari Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Nurcahyo, mengungkapkan bahwa seluruh proses tersebut menciptakan banyak pertanyaan terkait transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan.
Sejumlah informasi menyebutkan bahwa pertemuan antara Nadiem dan pihak Google Indonesia berlangsung pada Februari 2020. Dalam pertemuan tersebut, mereka membicarakan tentang produk Google dalam kerangka program Google O-Education dan bagaimana ini dapat diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Pentingnya Pertemuan Antara Nadiem dan Google Indonesia
Pertemuan yang dilakukan oleh Nadiem dengan pihak Google dimaksudkan untuk membahas potensi penggunaan Chromebook sebagai alat bantu pendidikan. Hal ini menunjukkan ambisi pemerintah untuk mengadopsi teknologi dalam sektor pendidikan, terutama pada saat pandemi COVID-19 melanda.
“Dengan menggunakan Chromebook, kami berharap dapat meningkatkan akses terhadap pendidikan bagi siswa di seluruh Indonesia,” jelas Nurcahyo lebih lanjut. Namun, munculnya kasus ini menimbulkan keraguan terhadap niat baik tersebut.
Setelah beberapa pertemuan, kesepakatan dicapai mengenai proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Keputusan ini, yang tampak menguntungkan dalam pandangan awal, kini dipertanyakan karena proses pengadaannya dianggap tidak transparan.
Dampak Pengadaan yang Kontroversial
Pengadaan laptop Chromebook menjadi kontroversial setelah Nadiem memerintahkan rapat tertutup dengan sejumlah pejabat. Rapat ini menghasilkan keputusan untuk menggunakan Chromebook, meskipun ada sejarah uji coba pengadaan yang tidak berhasil sebelumnya.
Surat dari Google yang dijawab oleh Nadiem juga mendapatkan sorotan, mengingat menteri sebelumnya, Muhadjir Effendi, tidak meresponsnya. Pengabaian tersebut menjadi tanda tanya mengenai urgensi dan kepentingan keputusan yang diambil oleh Nadiem.
Penggunaan spesifikasi tertentu yang terfokus pada Chrome OS semakin memunculkan kecurigaan. Dalam setiap tahap, ada indikasi bahwa persaingan yang sehat dalam proses pengadaan telah dilanggar, dan hal ini berpotensi merugikan anggaran negara.
Prosedur yang Diduga Dilanggar dalam Pengadaan
Salah satu poin penting yang diangkat adalah soal pembuatan juknis dan juklap yang dipimpin oleh beberapa direktur di Kementerian Pendidikan. Dikatakan bahwa spesifikasi untuk pengadaan telah “mengunci” pada Chrome OS, yang menunjukkan adanya kecondongan dalam pemilihan produk.
“Penyusunan spesifikasi yang kaku dapat merugikan alternatif solusi lain yang mungkin lebih cocok untuk kebutuhan pendidikan di daerah terluar,” ungkap seorang pengamat pendidikan. Hal ini mengindikasikan perlunya evaluasi menyeluruh atas keputusan yang diambil.
Dengan diterbitkannya Permendikbud nomor 5 tahun 2021, segala regulasi menjadi semakin formal dan terstruktur. Namun, keputusan yang tampaknya bersifat administratif ini kembali dipertanyakan karena dampak yang ditimbulkan terhadap alokasi dana pendidikan.











