Ford Motor Company baru-baru ini mengumumkan langkah besar dalam strategi bisnisnya yang akan berdampak signifikan pada keuangan mereka, dengan pengurangan nilai aset mencapai US$19,5 miliar, setara dengan Rp325,55 triliun. Pengurangan ini diiringi dengan penghentian beberapa model mobil listrik, terkait dengan perubahan kebijakan pemerintah dan penurunan permintaan kendaraan elektrik di Amerika Serikat.
Dari total kerugian yang diumumkan, sekitar US$8,5 miliar berasal dari pembatalan rencana pengembangan model kendaraan elektrik. Selain itu, pembubaran kerja sama dengan perusahaan baterai dari Korea Selatan juga membawa dampak kerugian yang signifikan.
Ford menegaskan bahwa semua kerugian ini akan dibagi, dengan sebagian besar beban akan dialokasikan pada kuartal keempat tahun ini, sementara sisa kerugian akan dialokasikan hingga tahun 2027. CEO Ford, Jim Farley, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai respons terhadap perubahan mendasar di pasar otomotif AS.
“Ketika pasar benar-benar berubah dalam beberapa bulan terakhir, itulah yang menjadi pendorong bagi kami untuk mengambil keputusan tersebut,” ujar Farley. Perubahan kebijakan pemerintah yang mencabut dukungan untuk kendaraan listrik jelas memengaruhi arah bisnis perusahaan.
Mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi industri otomotif saat ini, Ford harus beradaptasi dengan cepat. Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk pelonggaran aturan emisi, cenderung mendorong produsen mobil untuk lebih fokus pada kendaraan berbasis bahan bakar fosil.
Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Penjualan Mobil Listrik
Proyeksi penjualan mobil listrik di Amerika Serikat menunjukkan penurunan yang signifikan. Sebuah laporan mengungkapkan bahwa penjualan EV mengalami penurunan hingga 40 persen pada bulan November, seiring dengan berakhirnya insentif pajak bagi konsumen. Hal ini tentunya menyebabkan tekanan bagi produsen untuk menyesuaikan strategi mereka.
Pembatalan kredit pajak sebesar US$7,5 ribu untuk konsumen per 30 September lalu sangat memengaruhi daya tarik konsumen terhadap kendaraan elektrik. Ini lagi-lagi menunjukkan betapa pentingnya dukungan kebijakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan kendaraan listrik di pasar.
Ford, yang sebelumnya berharap untuk menjadi salah satu pemimpin dalam industri kendaraan listrik, kini harus menghadapi realitas baru yang dipicu oleh perubahan kebijakan ini. Dengan turunnya minat dan penjualan kendaraan listrik, produsen mobil terpaksa memutar otak untuk menghindari kerugian lebih lanjut.
Kendala yang Dihadapi Ford dalam Mengembangkan Model EV
Salah satu model yang paling terpengaruh adalah F-150 Lightning, yang merupakan kendaraan listrik terpopuler dari Ford. Penurunan penjualan mencapai 10 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menunjukkan adanya kekhawatiran di kalangan konsumen.
Menanggapi penurunan ini, Ford memutuskan untuk menghentikan pengembangan generasi baru F-150 Lightning dan beralih ke model hybrid yang dikenal sebagai range-extended electric vehicle (EREV). Keputusan ini mencerminkan upaya untuk lebih fokus pada segmen yang memiliki potensi kembali yang lebih baik.
Selain model F-150 Lightning, rencana peluncuran generasi baru T3 juga telah dibatalkan, yang menunjukkan bahwa Ford sangat serius dalam merestrukturisasi arah bisnisnya. Strategi yang lebih konservatif ini terlihat jelas dalam keputusan mereka untuk memperkenalkan model dengan harga lebih terjangkau.
Strategi Baru Ford untuk Masa Depan Kendaraan Listrik
Kepala Operasi Kendaraan Bensin dan Listrik Ford, Andrew Frick, menjelaskan bahwa fokus perusahaan akan dialihkan ke model yang lebih terjangkau. Ford merencanakan untuk meluncurkan model EV dengan harga sekitar US$30 ribu, atau Rp500 juta, yang diharapkan dapat menarik kembali minat konsumen pada tahun 2027.
Dengan mengubah strategi dan mengalihkan investasi yang sebelumnya dialokasikan untuk kendaraan listrik besar, Ford berusaha untuk memaksimalkan pengembalian investasi. “Daripada menghabiskan miliaran dolar lebih banyak untuk kendaraan listrik besar yang sekarang tidak memiliki jalan menuju profitabilitas, kami mengalokasikan uang itu ke area yang menghasilkan pengembalian lebih tinggi,” tambah Andrew.
Dengan langkah-langkah ini, Ford berharap dapat beradaptasi dan bertahan di tengah ketidakpastian pasar yang terus berubah. Sinergi antara strategi produk dan respons terhadap kebijakan pemerintah akan menjadi kunci dalam perjalanan perusahaaan ke depan.











