Suara gaduh pagi itu mengejutkan Fatmawati dari tidurnya. Ia sedang menunggu kedatangan putra pertamanya, Guntur Soekarnoputra, ketika mendengar riuh di ruang makan rumah mereka, yang membuat rasa ingin tahunya muncul.
Fatmawati melihat sang suami, Bung Karno, tengah berbincang serius dengan para pemuda dari kelompok Menteng 31. Penampilan mereka menarik perhatian, beberapa di antaranya terlihat membawa senjata tajam seperti pistol dan pisau.
“Salah satu dari mereka dengan percaya diri mencabut pisau dan melotot, seraya berkata, ‘Berpakaianlah Bung, sudah tiba waktunya,’” kenangnya, mengacu kepada Sukarni. Dalam buku yang ditulisnya, Fatmawati, Catatan Kecil Bersama Bung Karno, Fatmawati berbagi pengalaman yang sangat berharga ini.
Meski gerakan para pemuda itu semangat, Bung Karno merasa bahwa proklamasi kemerdekaan belum saatnya dikeluarkan. Ia dan Bung Hatta berpegang pada prinsip bahwa keputusan harus dibuat bersama melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang telah dibentuk sejak 7 Agustus 1945.
Di tengah kegaduhan tersebut, Bung Karno masuk ke kamar dan memberi kabar penting kepada istrinya. Ia memberitahukan bahwa para pemuda berpikir untuk membawanya ke luar kota dan menanyakan apakah Fatmawati ingin ikut.
“Dengan cepat aku menjawab, ‘Fat sama Guntur ikut. Ke mana Mas pergi, di situ aku berada,’” ungkap Fatmawati. Tentu saja, keputusan ini diambil berdasarkan kedekatannya dengan suami dan putranya.
Fatmawati bergegas bersiap meskipun tak sempat membawa banyak barang. Ia hanya mengambil beberapa perlengkapan untuk Guntur, termasuk sehelai kain gendongan untuk membawanya.
Saat keluar, sebuah sedan Fiat hitam sudah menunggu, sementara Bung Hatta sudah berada di dalam mobil tersebut menunggu mereka. Momen ini menandai langkah besar menuju peristiwa bersejarah yang akan segera terjadi.
Pelatihan dan Persiapan Menuju Proklamasi Kemerdekaan
Dalam minggu-minggu menuju proklamasi, Bung Karno dan Bung Hatta bersama anggota PPKI bekerja keras. Tujuan utama mereka adalah menyiapkan landasan bagi Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Selama proses ini, Fatmawati selalu mendukung suaminya meskipun banyak risiko yang mengintai. Konspirasi dan ketidakpastian sering kali menghantui pikiran mereka, namun harapan akan masa depan Indonesia yang lebih baik tidak pernah surut.
Mereka sering mengadakan pertemuan rahasia di tempat-tempat yang aman guna merumuskan isi proklamasi. Dalam banyak hal, Fatmawati juga mengasuh anak-anak mereka dengan penuh perhatian, sekaligus berperan dalam memberikan dukungan moral kepada suaminya.
Situasi yang tak terduga saat itu juga memicu munculnya banyak proyek dan strategi. Sementara para pemuda terus mendesak untuk bertindak, Bung Karno tetap berupaya menjaga konsekuensi dari setiap keputusan yang diambil.
Hari Sejarah: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Siang yang panas pada tanggal 17 Agustus 1945 akhirnya tiba. Semua persiapan yang dilakukan oleh Bung Karno dan Bung Hatta kini harus terwujud menjadi kenyataan. Mereka berkumpul di halaman rumah dan bersiap untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia.
Dalam suasana tegang, Bung Karno mengambil alih momen bersejarah itu. Teks proklamasi siap dibacakan, sementara suara teriakan para pemuda semakin menggebu-gebu mendukung langkah tersebut.
Fatmawati menyaksikan semuanya dari dekat, merasakan gambaran perjuangan yang selama ini ia ikuti. Ketika Bung Karno membacakan teks proklamasi, rasa haru mengolah dalam dada, mengetahui bahwa perjuangan mereka kini berbuah hasil.
Pengibaran bendera Merah Putih menjadi simbol kemenangan yang menandai berakhirnya penjajahan. Momen tersebut menjadi ikonik dan selalu diingat dalam sejarah bangsa, sekaligus menggugah semangat untuk memulai babak baru dalam kehidupan rakyat Indonesia.
Proses panjang yang dilalui oleh Bung Karno dan Bung Hatta bersama rakyat tidaklah mudah. Beragam tantangan mulai dari tekanan fisik hingga mental harus dihadapi untuk mencapai kemerdekaan. Namun, hasilnya adalah pencapaian yang tak ternilai.
Akhir Perjuangan dan Awal Era Baru
Setelah pengumuman kemerdekaan, Fatmawati dan Bung Karno harus menghadapi tantangan baru. Mengelola pemerintahan yang baru terbentuk memerlukan strategi dan kolaborasi yang sangat kuat antar berbagai elemen bangsa.
Saat itu, Masalah internal dan eksternal muncul, mulai dari upaya konsolidasi kekuatan politik hingga ancaman dari pihak yang ingin menggagalkan kemerdekaan. Namun, semangat juang rakyat tidak pernah kendor.
Fatmawati berperan aktif dalam mendukung Bung Karno yang semakin sibuk dengan urusan negara. Meskipun banyak kesibukan, ia tetap menjaga kehangatan rumah tangga mereka, menyediakan dukungan emosional bagi sang suami yang dihadapkan pada tantangan berat.
Sejarah mencatat bahwa banyak hal telah berubah semenjak proklamasi, tetapi satu hal tetap sama: cinta dan komitmen Fatmawati terhadap perjalanan perjuangan suaminya dan bangsa. Bukti cinta itu terlihat di setiap langkah yang mereka ambil bersama.
Momen bersejarah ini bukan hanya tentang kemerdekaan, tetapi juga tentang cinta, pengorbanan, dan solidaritas dalam mencapai tujuan bersama. Ini adalah awal dari perjalanan baru bagi bangsa Indonesia. Kini, mereka harus berdiri kokoh sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.