Industri otomotif di Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan yang menghambat pertumbuhannya. Salah satu faktor utama adalah tekanan dari beban pajak yang semakin tinggi, yang membuat konsumen semakin enggan untuk membeli kendaraan. Dampaknya, penjualan kendaraan roda empat mengalami penurunan signifikan selama beberapa tahun terakhir.
Analisis terhadap situasi ini menunjukkan bahwa berbagai elemen, termasuk daya beli masyarakat, berperan penting dalam fenomena ini. Menurut pengamat otomotif, Agus Tjahjana, pajak yang membebani konsumen saat ini menjadi salah satu penyebab utama penurunan minat beli kendaraan di pasar lokal.
Pajak untuk berbagai jenis kendaraan di Indonesia mencapai lebih dari 40 persen dari harga jual mobil. Angka ini menjadikan Indonesia memiliki beban pajak otomotif yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN.
Analisis Beban Pajak Kendaraan di Indonesia dan Perbandingannya dengan Negara Lain
Pajak yang tinggi ini mencakup Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Dalam kasus beberapa mobil, pajak bisa mencapai hampir setengah dari harga jual, sehingga membuat harga keseluruhan menjadi sangat mahal bagi konsumen. Ini menunjukkan bahwa pajak benar-benar berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat.
Agus mencatat bahwa beban pajak di Thailand, sebagai salah satu pesaing Indonesia dalam produksi otomotif, jauh lebih ringan, sekitar 32 persen. Struktur pajak yang lebih diguna di Thailand tidak hanya mendukung daya beli masyarakat, tetapi juga menjadikan negara itu sebagai tujuan menarik bagi investasi asing.
Dengan beban pajak yang berat, tidak mengherankan jika banyak konsumen berpaling dari pembelian kendaraan baru karena harga yang semakin melangit. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi kembali struktur perpajakan yang ada agar dapat menjadi lebih kondusif bagi pertumbuhan industri otomotif di Indonesia.
Pentingnya Evaluasi Kebijakan Perpajakan untuk Mendorong Kinerja Penjualan Kendaraan
Agus menekankan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap sistem perpajakan diperlukan untuk menyusun peraturan yang lebih adil dan sesuai dengan kondisi pasar saat ini. Diperlukan pula reformasi fiskal untuk mengatasi masalah yang timbul dari industri baru seperti kendaraan listrik (EV).
Belakangan, kendaraan listrik memang mendapatkan perhatian lebih, namun hal ini juga menimbulkan tantangan bagi industri konvensional. Oleh karena itu, ada pertimbangan untuk memeriksa kembali insentif yang diberikan kepada kendaraan listrik, mengingat dampaknya terhadap produk lokal yang lebih konvensional.
Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan strategi untuk mendorong penjualan kendaraan roda empat, terutama di tengah penurunan daya beli masyarakat saat ini. Hal ini dapat dilakukan dengan meninjau kembali tarif pajak dan mempertimbangkan penurunan beban pajak bagi konsumen.
Strategi Pemerintah dalam Mendorong Penjualan Kendaraan Roda Empat
Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja penjualan otomotif, Asisten Deputi Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika, dan Aneka menyatakan bahwa produsen kendaraan dapat mengusulkan penurunan tarif BBNKB. Ini adalah salah satu langkah untuk meringankan beban pajak bagi konsumen dan mengstimulus permintaan.
Data menunjukkan bahwa penjualan mobil dari Januari hingga Agustus 2025 hanya mencapai sekitar 500.951 unit, jauh di bawah angka tahun sebelumnya. Angka ini mencerminkan perlunya tindakan segera untuk mengatasi keterpurukan ini, termasuk memikirkan insentif bagi konsumen.
Kendaraan listrik mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, dengan pangsa pasar meningkat menjadi 18,4% pada Agustus 2025. Sementara itu, kendaraan berbahan bakar internal (ICE) mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dalam preferensi konsumen saat ini, yang semakin condong ke arah kendaraan ramah lingkungan.
Perhatian Terhadap Kebijakan Insentif bagi Industri Otomotif
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) juga mengajukan agar pemerintah dapat memberikan insentif jangka pendek untuk memulihkan industri otomotif yang masih lesu. Sekretaris Umum Gaikindo mengatakan, regulasi dan stimulus yang tepat sangat dibutuhkan dalam situasi ekonomi yang tidak menentu ini.
Penjualan mobil di Indonesia perlu mendapatkan perhatian lebih, mengingat negara lain seperti Malaysia mampu menjual lebih dari 800 ribu unit kendaraan pada tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan insentif yang konsisten dapat berkontribusi besar terhadap keberhasilan industri otomotif.
Pemerintah sebelumnya telah meluncurkan program insentif pajak untuk mendorong penjualan, yang terbukti efektif pada tahun 2022. Penjualan kendaraan kembali meningkat hingga mencapai lebih dari satu juta unit berkat kebijakan tersebut.