Bob Azam, Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia, mengungkapkan pandangannya terkait campuran etanol dalam bahan bakar minyak di Indonesia. Menurutnya, ketentuan penggunaan etanol 3,5 persen seharusnya tidak diperlukan lagi, sebab seharusnya campuran tersebut sudah lebih tinggi di masyarakat.
Ia juga menyatakan, penggunaan etanol yang lebih tinggi dalam bahan bakar bisa memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal. Dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari dalam negeri, khususnya dari petani, sektor pertanian pun dapat berkembang pesat.
“Kita melihat peluncuran E85 untuk mobil Zenix, jadi saya merasa tidak ada masalah dengan penggunaan etanol 3,5 persen ini,” ujar Bob di Karawang, Jawa Barat. Ia mengungkapkan bahwa tantangan ini seharusnya tidak perlu ada, dan anggapannya mengenai etanol ini mencerminkan positifnya dukungan pada teknologi ramah lingkungan.
Perkembangan Penggunaan Etanol dan BBM di Indonesia
Pemerintah berencana menerapkan campuran etanol wajib sebesar 10 persen dalam semua produk bensin. Inisiatif ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak yang selama ini mendominasi pasar.
Bob menjelaskan bahwa negara lain telah lebih dulu menerapkan campuran etanol yang lebih tinggi, mulai dari E10 hingga E100. Hal ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi ramah lingkungan tidak hanya wacana, melainkan juga sudah menjadi kenyataan di banyak negara maju.
“Contohnya, Brasil yang telah mengadopsi E100 selama dua dekade lalu. Ini membuktikan bahwa kita bisa mengejar ketertinggalan dalam inovasi kendaraan berbahan bakar etanol,” katanya.
Dalam konteks memperkuat perekonomian domestik, Bob menyoroti pentingnya peran petani dalam pengembangan industri etanol. Petani tebu, jagung, dan tanaman energi lainnya dapat menjadi pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dampak Ekonomi dari Penggunaan Etanol yang Lebih Tinggi
Salah satu alasan kuat untuk mendukung penggunaan etanol adalah potensi dampaknya terhadap ekonomi lokal. Dengan menggunakan lebih banyak hasil pertanian sebagai bahan baku, maka pendapatan petani pun akan meningkat.
Bob menyatakan, penggunaan etanol dalam BBM dapat menjadi alternatif yang mendukung pertumbuhan sektor pertanian. “Saat ini, kita terlalu bergantung pada minyak yang diekstraksi dari tambang. Jika kita beralih ke etanol, pendapatan akan lebih merata di masyarakat,” tuturnya.
Pergeseran ini juga memicu inovasi dalam teknologi kendaraan yang lebih efisien. Perusahaan seperti Toyota telah menyiapkan diri untuk menerapkan teknologi mesin yang kompatibel dengan bahan bakar etanol.
“Kita perlu beradaptasi dengan kemajuan dan tren global. Pilihan bahan bakar alternatif merupakan langkah yang harus diambil untuk mencapai keberlanjutan,” tambah Bob.
Rencana Pemerintah Mengenai Mandatory Etanol dalam BBM
Pemerintah Indonesia, di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, telah memutuskan untuk mengimplementasikan wajib etanol sebesar 10 persen (E10) untuk semua jenis bensin. Ini merupakan langkah progresif menuju kemandirian energi dan pelestarian lingkungan.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa rencana ini telah melalui serangkaian diskusi dan mendapat persetujuan dari berbagai pihak, termasuk dengan presiden. Penerapan ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada sumber energi yang diimpor.
Di sisi lain, Bahlil menekankan bahwa langkah ini juga sejalan dengan komitmen terhadap energi bersih dan pencapaian Net Zero Emission pada tahun 2060. Penggunaan etanol sebagai campuran bensin akan membantu mencapai tujuan tersebut.
“Dengan adanya proyek ini, kita tidak hanya dapat mengurangi impor, tetapi juga berkontribusi pada lingkungan yang lebih bersih,” jelasnya.
Perkiraan penerapan E10 rencananya akan berlaku pada tahun 2027 atau 2028. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menciptakan kebijakan energi yang lebih berkelanjutan.