Tragedi menyentuh hati kembali terjadi di lingkungan pendidikan Indonesia. Seorang siswa berusia 13 tahun, MH, asal SMP Negeri 19 Kota Tangerang Selatan, baru saja meninggal setelah berjuang melawan penyakit yang diduga akibat penganiayaan di sekolah.
Kejadian ini menggugah perhatian masyarakat, mengingat perundungan di kalangan pelajar semakin menjadi perhatian serius. MH meninggal dunia setelah melewati perawatan intensif di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, setelah berada dalam kondisi kritis selama beberapa waktu.
Kuasa hukum keluarga, Alvian, mengonfirmasi mengenai kepergian MH yang terjadi pada tanggal 16 November 2025. Ia menjelaskan, kepergian siswa itu merupakan kehilangan besar bagi keluarga dan lingkungan sekolahnya.
Benyamin Davnie, Wali Kota Tangerang Selatan, juga menyatakan rasa duka cita dan prihatin. “Saya mendapatkan kabar mengecewakan ini dari staf pagi ini,” ucapnya menambahkan bahwa situasi ini harus menjadi perhatian semua pihak.
Keluarga MH mengungkapkan bahwa sebelum meninggal, dia sudah beberapa kali mengalami tindakan tidak menyenangkan selama bersekolah. Kakaknya, Rizky, menyampaikan bahwa adiknya hanya bisa berbagi cerita setelah mengalami sakit hebat akibat insiden yang terjadi pada 20 Oktober.
“Sejak MPLS, adik saya sudah mulai diganggu. Yang paling parah itu kejadian tanggal 20 Oktober, di mana kepalanya dipukul menggunakan kursi,” ungkap Rizky dengan nada penuh kesedihan.
Perundungan yang Menjadi Masalah Serius di Sekolah
Perundungan di sekolah telah menjadi isu yang menyita perhatian di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. MH adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus mengalami penganiayaan oleh teman-teman sebayanya.
Dalam kasus MH, perundungan kelihatannya dimulai sejak masa Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Sikap agresif dari rekan-rekannya menggambarkan bahwa permasalahan ini sudah mewabah dan tidak bisa dianggap sepele.
Menurut beberapa penelitian, perundungan dapat mengganggu perkembangan mental dan emosional anak. Kejadian-kejadian menyakitkan ini tak hanya mempengaruhi fisik, tetapi juga membawa dampak jangka panjang pada kesehatan mental korban.
Siswa sering kali takut untuk melapor kepada guru atau orang tua mereka. Rasa malu dan stigma yang melekat membuat mereka memilih untuk diam ketimbang mendapatkan bantuan yang diperlukan.
Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak mereka menjadi korban perundungan. Ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang baik dalam keluarga agar anak merasa aman untuk berbicara tentang pengalaman yang mereka alami di sekolah.
Dampak Perundungan terhadap Kesehatan Mental
Dampak dari perundungan tidak hanya terlihat pada saat itu, tetapi dapat bertahan seumur hidup. Penelitian menunjukkan bahwa korban perundungan sering kali mengalami kecemasan, depresi, dan gangguan perilaku lainnya saat mereka dewasa.
Di lingkungan pendidikan, sangat penting bagi sekolah untuk memiliki kebijakan anti-perundungan yang ketat. Program-program pendidikan mengenai toleransi dan empati juga perlu diimplementasikan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman.
Upaya preventif harus lebih ditingkatkan agar kasus-kasus serupa tidak terulang. Edukasi kepada siswa untuk mengenali tanda-tanda perundungan dan cara melaporkannya adalah langkah mendasar dalam menangani isu ini.
Orang tua juga memiliki peranan penting dalam mendukung anak-anak mereka. Membentuk kebersamaan dan memberikan mereka rasa aman berkomunikasi dapat mengurangi risiko perundungan di sekolah.
Jika masalah ini terus diabaikan, akan ada lebih banyak kasus tragis seperti yang dialami oleh MH. Kesadaran kolektif masyarakat menjadi penting agar perhatian terhadap isu perundungan semakin meningkat.
Peran Sekolah dalam Menangani Kasus Perundungan
Sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk belajar dan tumbuh. Oleh karena itu, tindakan tegas terhadap perundungan harus diambil oleh pihak sekolah. Hal ini penting agar siswa merasa terlindungi dan dilindungi dari tindakan kekerasan.
Pihak sekolah juga perlu meningkatkan pelatihan bagi guru dan staf untuk dapat mengenali perundungan, serta bagaimana cara menanganinya. Pelatihan ini berfungsi agar guru dapat menjadi pengawas dan mediator dalam konflik yang mungkin timbul di lingkungan sekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler yang mengedepankan kerjasama dan persahabatan juga dapat menjadi solusi untuk meredakan ketegangan antar siswa. Dengan terlibat dalam komunitas, siswa dapat belajar membina hubungan positif antar satu sama lain.
Pihak sekolah juga harus aktif melakukan kampanye anti-perundungan, mengajak siswa untuk berpartisipasi dalam merancang program-program yang menunjukkan pentingnya menghormati satu sama lain. Dengan cara ini, siswa dapat merasakan bahwa mereka adalah bagian dari solusi.
Jika sekolah mengambil langkah proaktif untuk menangani isu ini, maka komunitas pendidikan akan lebih kuat dan lebih baik. Setiap usaha untuk mencegah perundungan merupakan investasi bagi masa depan anak-anak kita.











