Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang sering bertanya-tanya mengenai hak dan kewajiban kejadian tilang dan razia oleh aparat kepolisian. Pertanyaan ini menjadi lebih penting mengingat prosedur yang berlaku sering kali tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat. Lalu, dapatkah kendaraan disita oleh polisi dan apa saja syaratnya?
Masyarakat sering kali beranggapan bahwa setiap pelanggaran lalu lintas bisa mengakibatkan penyitaan kendaraan, padahal ini adalah pemahaman yang kurang tepat. Salah satu petinggi kepolisian, Kakorlantas, memberi penjelasan mendasar mengenai hal ini, yang menunjukkan bahwa penyitaan bukanlah langkah pertama dalam proses penegakan hukum.
Berdasarkan keterangan yang diberikan, penyitaan kendaraan biasanya dilakukan hanya dalam situasi tertentu yang relevan dengan keselamatan publik. Penting untuk memahami bahwa ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil langkah tersebut.
Prosedur Penyitaan Kendaraan oleh Polisi di Indonesia
Penyitaan kendaraan oleh aparat penegak hukum bukanlah tindakan yang dapat dilakukan sembarangan. Menurut Irjen Pol Agus Suryonugroho, penyitaan dijadikan langkah terakhir jika ada risiko yang dianggap berbahaya bagi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa ada batasan dan panduan yang jelas mengenai kapan penyitaan diperbolehkan.
Salah satu kondisi di mana penyitaan dapat dilakukan adalah apabila kendaraan sedang digunakan untuk aktivitas yang berisiko tinggi. Misalnya, jika kendaraan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan, hal ini dapat menjadi alasan untuk penyitaan. Hal ini dirancang untuk melindungi keselamatan pengendara dan masyarakat lainnya.
Lain halnya dengan pelanggaran lalu lintas biasa yang tidak berhubungan langsung dengan keselamatan publik. Untuk kasus-kasus tersebut, biasanya penegakan hukum dilakukan dengan cara memberikan tilang atau denda administratif tanpa harus menyita kendaraan. Dengan demikian, penyitaan bukanlah tindakan yang otomatis dilakukan setiap kali ada pelanggaran.
Dasar Hukum Penyitaan Kendaraan di Indonesia
Dalam konteks hukum, penyitaan kendaraan memiliki dasar yang jelas dan berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 260 dalam undang-undang tersebut memperbolehkan penyidik untuk melakukan penyitaan guna kepentingan pembuktian pelanggaran lalu lintas. Oleh karena itu, setiap tindakan penyitaan haruslah berlandaskan pada bukti yang kuat.
Penyitaan tidak boleh dilakukan secara sembarangan, dan hal ini menjadi salah satu perhatian utama dalam proses penegakan hukum. Pengaturan lebih lanjut tentang pemeriksaan kendaraan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa ada prosedur baku yang harus diikuti dalam melaksanakan penyitaan.
Dari segi pengawasan, tindakan penyitaan kendaraan harus dicatat dan dilaporkan. Dengan adanya mekanisme pelaporan dan dokumentasi, tindakan tersebut menjadi lebih transparan dan akuntabel. Ini sekaligus dapat menciptakan rasa kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Pentingnya Transparansi dalam Proses Penindakan
Transparansi dalam penindakan hukum sangat penting untuk memperkuat hubungan antara masyarakat dan aparat kepolisian. Mengacu pada arahan Kakorlantas, penggunaan teknologi seperti body camera dan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (e-TLE) menjadi bagian dari upaya untuk menciptakan akuntabilitas. Adanya rekaman visual merupakan jaminan terhadap tindakan yang diambil, sehingga tidak ada ruang bagi penyalahgunaan wewenang.
Dengan penggunaan teknologi modern, masyarakat bisa lebih memahami sebab dan akibat dari setiap tindakan yang dilakukan oleh petugas. Ini juga berfungsi untuk melindungi petugas dari stigmatisasi yang mungkin terjadi jika tindakan mereka dianggap tidak sesuai. Penggunaan teknologi ini pun membantu dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua pihak.
Agus menekankan bahwa keberhasilan aparat kepolisian tidak hanya diukur dari banyaknya tilang yang dikeluarkan, melainkan dari stabilitas dan keselamatan lalu lintas yang terjaga. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum harus dilakukan dengan cara yang mendukung keamanan publik secara keseluruhan.











