PT Astra Daihatsu Motor (ADM) secara terbuka menyatakan bahwa semua model Daihatsu yang dipasarkan di Indonesia mampu menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol hingga 10 persen. Pernyataan ini mencerminkan kesiapan perusahaan dalam menghadapi kebijakan pemerintah mengenai penggunaan bahan bakar etanol di Indonesia.
Sri Agung Handayani, yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Komunikasi Korporat PT ADM, menekankan bahwa hal ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk memperkenalkan bahan bakar etanol dalam campuran BBM. Dalam diskusi di Osaka, Jepang, Agung mengonfirmasi bahwa pemerintah akan mengimplementasikan etanol 10 persen dalam bahan bakar minyak (BBM) yang dijual di dalam negeri.
“Pemerintah, melalui Pak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, mencanangkan penggunaan etanol dalam campuran BBM untuk mendukung kebijakan energi berkelanjutan,” ujar Agung. Ia menambahkan bahwa Daihatsu telah melakukan riset dan pengembangan untuk memastikan semua kendaraannya siap dengan bahan bakar yang baru ini.
Daihatsu Siap Hadapi Perubahan Kebijakan Energi
Persiapan yang dilakukan oleh Daihatsu menunjukkan komitmen perusahaan dalam beradaptasi dengan kebijakan energi yang lebih ramah lingkungan. Agung menegaskan bahwa kendaraan Daihatsu telah dirancang untuk kompatibilitas dengan etanol pada kadar maksimum 10 persen.
Dalam proses tersebut, perusahaan mengutamakan penggunaan bahan bakar yang disarankan, termasuk oktan yang sesuai. Hal ini penting untuk memastikan performa dan efisiensi kendaraan tetap optimal. R&D yang dilakukan juga bertujuan untuk mendukung inovasi berkelanjutan di sektor otomotif.
Komitmen Daihatsu dalam melakukan pengembangan teknologi juga berkaitan dengan target pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Agenda ini sejalan dengan kebijakan global yang semakin memperhatikan dampak lingkungan dari penggunaan bahan bakar konvensional.
Penerapan Ethanol di Indonesia sebagai Langkah Strategis
Pemerintah Indonesia berencana untuk menerapkan campuran etanol 10 persen, dikenal dengan sebutan E10, dalam seluruh produk BBM. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah minyak yang diimpor, di mana saat ini sekitar 60 persen konsumsi BBM masih bergantung pada impor.
Strategi ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi pengeluaran devisa tetapi juga memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah, seperti tanaman tebu, sebagai bahan baku etanol. Dengan cara ini, Indonesia dapat lebih mandiri dalam bidang energi dan memperkuat ketahanan pangan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pembahasan kebijakan E10 telah dilakukan bersama Presiden Prabowo Subianto. Hal ini menunjukkan adanya keseriusan pemerintah untuk mencapai tujuan energi berkelanjutan sekaligus mendukung industri dalam negeri.
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Kebijakan Baru
Penerapan kebijakan etanol ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perekonomian lokal, terutama bagi para petani tebu. Dengan meningkatnya permintaan untuk etanol sebagai bahan baku, akan ada peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan mereka dan mempromosikan pertanian berkelanjutan.
Di sisi lain, lebih banyak kendaraan yang menggunakan campuran etanol akan berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca. Hal ini merupakan langkah penting dalam upaya pemerintah untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060.
Namun, penting bagi pemerintah dan perusahaan otomotif untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Hal ini akan membantu masyarakat memahami keuntungan dari penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, serta apa yang perlu dilakukan untuk menjaga performa kendaraan mereka.










