Dosen Administrasi Bisnis Universitas Nusa Cendana, Ricky Ekaputra Foeh, berpendapat bahwa kebijakan pengalihan Transfer ke Daerah (TKD) bukan hanya soal pengurangan dana. Ini adalah kesempatan penting bagi daerah untuk berinovasi dan membangun kemandirian fiskal yang lebih baik.
Menurut Ricky, pemotongan TKD yang direncanakan oleh Kementerian Keuangan untuk 2026 memicu tantangan dan kreativitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah daerah harus mulai merumuskan strategi baru dengan pendekatan yang lebih cerdas.
Ricky menjelaskan bahwa konsep creative financing tidak hanya terbatas pada pencarian pinjaman baru, tetapi lebih kepada memanfaatkan sumber daya yang ada secara inovatif. Hal ini harus dilakukan dengan sikap transparan dan akuntabel dalam menjalankan setiap langkahnya.
Kuncinya terletak pada kemampuan daerah untuk mengoptimalkan aset dan potensi ekonomi yang dimiliki. Ricky menekankan bahwa fokus seharusnya bukan pada penambahan utang, tetapi pada peningkatan kemampuan daerah dalam memanfaatkan aset yang ada.
Ada dua syarat utama yang menurut Ricky, sangat berpengaruh pada keberhasilan creative financing. Syarat pertama adalah kepastian hukum yang jelas, agar investor merasa aman berinvestasi di daerah.
Penting bagi pemerintah daerah untuk memiliki regulasi yang transparan, seperti Perda KPBU atau jaminan aset. Tanpa regulasi ini, para investor tentunya akan ragu untuk berinvestasi.
Strategi Terbaik untuk Meningkatkan Kemandirian Fiskal Daerah
Strategi kedua yang harus disiapkan adalah optimalisasi aset daerah. Ricky menyoroti bahwa banyak daerah masih mengalami kesulitan dalam memanfaatkan aset yang ada, seperti lahan, gedung, dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak aktif.
Hal ini seringkali mengakibatkan aset-aset tersebut menjadi ‘aset tidur’, yang dapat dimanfaatkan dengan skema asset-backed financing. Dengan demikian, selagi memanfaatkan aset yang ada, daerah dapat memperoleh pendanaan alternatif.
Ricky juga mengingatkan bahwa sebelum memetik hasil dari pembiayaan alternatif, penting untuk meningkatkan kapasitas teknis di kalangan aparatur daerah. ASN harus mampu menerapkan konsep-konsep pembiayaan modern, seperti public private partnership (PPP) dan obligasi daerah.
Kurangnya kapasitas teknis dan kepercayaan dari masyarakat dapat menghambat minat investor untuk menanamkan modal di daerah, jelas Ricky. Oleh karena itu, membangun kepercayaan publik sangatlah esensial.
Langkah awal yang perlu diambil, kata Ricky, adalah menyusun peta fiskal untuk daerah. Dokumen ini tidak hanya berfungsi sebagai peta aset produktif, tetapi juga untuk mengidentifikasi potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan efisiensi anggaran.
Pentingnya Pemetaan Aset untuk Strategi Pembiayaan Daerah yang Efektif
Ricky mengungkap bahwa banyak daerah bahkan belum mengetahui nilai riil dari aset mereka, karena data keuangan dan aset tidak terintegrasi dengan baik. Pengelolaan data yang buruk akan mengakibatkan kesalahan langkah dalam pengambilan keputusan pembiayaan.
Memiliki peta fiskal yang akurat memungkinkan pemerintah daerah untuk merumuskan strategi pembiayaan yang lebih rasional dan tepat sasaran. Melalui analisis ini, proyek yang layak dibiayai dari APBD dapat diidentifikasi.
Ricky menambah bahwa proyek yang layak untuk ditawarkan kepada pihak swasta, serta proyek yang bisa dibiayai melalui blended finance juga harus ditentukan dengan jelas. Semua ini akan semakin memperkuat peta fiskal yang telah disusun.
Jika semua langkah ini tidak dilaksanakan dengan baik, maka kebijakan fiskal daerah akan bersifat reaktif dan bukan bersifat strategis. Oleh karena itu, penting bagi daerah untuk berinvestasi dalam penghasilan yang lebih bertanggung jawab dan terencana.
Melalui pendekatan ini, Ricky percaya bahwa kemandirian fiskal daerah dapat terwujud dan dapat mengurangi ketergantungan pada dana pusat. Hal ini juga sekaligus menjadi tantangan bagi setiap daerah untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan yang ada.