Pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat memberi dampak signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Dari anggaran awal sekitar Rp95 triliun, kini anggaran tersebut menyusut menjadi Rp79 triliun, memaksa Pemprov DKI untuk melakukan efisiensi di berbagai sektor.
Salah satu langkah efisiensi yang sedang dikaji adalah subsidi untuk transportasi umum. Hal ini menjadi perhatian penting karena transportasi publik merupakan salah satu sektor vital yang mempengaruhi keseharian warga Jakarta.
Anggota DPRD DKI Jakarta, Ade Suherman, mengingatkan bahwa meskipun efisiensi diperlukan, kualitas pelayanan transportasi publik harus tetap terjaga. Menurut dia, warga sangat tergantung pada transportasi seperti TransJakarta, MRT, dan LRT, sehingga efisiensi tidak boleh mengorbankan kenyamanan serta keselamatan pengguna.
Konsekuensi Pemangkasan Anggaran pada Sektor Transportasi Jakarta
Pemangkasan subsidi Public Service Obligation (PSO) untuk TransJakarta sebesar Rp336 miliar dari usulan awal Rp3,9 triliun menjadi perhatian utama. Meskipun demikian, layanan operasional TransJakarta tetap berfungsi dengan baik, mempertahankan kualitas layanan yang diharapkan masyarakat.
Pada tahun 2024, PT TransJakarta berhasil menekan rasio subsidi per pelanggan menjadi Rp9.831 per penumpang, menunjukkan bahwa efisiensi dapat dilakukan tanpa mengganggu layanan. Dalam hal ini, peningkatan jumlah armada menjadi 4.388 unit dan tambahan 235 rute menunjang nyatanya akan pembenahan transportasi.
Pendapatan non-tiket juga mencatatkan kemajuan pesat, mencapai Rp218,4 miliar, meningkat 3,5 kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan bahwa efisiensi anggaran tidak langsung berhubungan dengan pengurangan layanan.
Pentingnya Mempertahankan Kualitas Pelayanan Publik di Tengah Pembatasan Anggaran
Ade Suherman menggarisbawahi, meski perlu melakukan efisiensi, DPRD terus memantau agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu. Dalam konteks ini, efisiensi seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengorbankan kualitas layanan transportasi publik.
Hal ini sangat penting mengingat Jakarta merupakan kota besar dengan mobilitas tinggi, di mana transportasi umum memainkan peran esensial dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Kesalahan dalam pengelolaan anggaran bisa berdampak luas terhadap kenyamanan dan keselamatan pengguna jasa transportasi.
“Kami di DPRD berkomitmen untuk melakukan pengawasan yang ketat agar setiap keputusan yang diambil demi efisiensi tidak merugikan masyarakat,” ujarnya. Ini menunjukkan fokus yang kuat pada kualitas layanan dalam perencanaan anggaran ke depan.
Menuju Solusi yang Berkelanjutan untuk Transportasi Publik
Dengan tantangan yang ada, Pemprov DKI Jakarta perlu mencari solusi yang lebih berkelanjutan untuk sektor transportasi. Ini mencakup inovasi dalam sistem manajemen dan pencarian sumber pendapatan baru, tanpa membebani masyarakat lebih lanjut.
Selain itu, peningkatan kerjasama dengan sektor swasta juga dapat menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kapasitas dan kualitas transportasi umum. Hal ini diharapkan dapat menciptakan model transportasi yang lebih efektif dan efisien bagi warga Jakarta.
Kedepannya, Pemprov diharapkan mampu menciptakan ekosistem yang mendukung bertumbuhnya layanan transportasi publik yang berkualitas. Efisiensi anggaran seharusnya juga sejalan dengan upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat.