Di tengah kesibukan lalu lintas yang padat, ada satu sosok yang memilih untuk berbeda dalam menjalankan tugasnya. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menolak untuk menggunakan pengawalan lengkap dengan lampu strobo dan bunyi sirene saat berada di jalan. Kebiasaan ini mencerminkan prinsipnya untuk lebih taat pada aturan daripada mencari perhatian di jalan raya.
Sikap Agus Subiyanto ini menuai perhatian publik, terutama di tengah maraknya pejabat yang sering mengeluarkan sirene di jalanan. Agus merupakan contoh seorang pemimpin yang percaya bahwa etika berkendara harus dijunjung tinggi, terlepas dari statusnya sebagai seorang jenderal.
“Lihat saja, saya jarang menggunakan strobo, saya akan berhenti saat lampu merah,” ujarnya, menunjukkan komitmennya terhadap tata tertib lalu lintas. Dalam pandangannya, penting untuk memprioritaskan keselamatan dan kenyamanan semua pengguna jalan.
Pandangan Panglima TNI tentang Penggunaan Sirene di Jalan Raya
Agus Subiyanto memiliki pandangan tegas mengenai penggunaan sirene dan strobo. Baginya, kedua alat tersebut memiliki tujuan penting, namun penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia mengatakan bahwa situasi tertentu yang mendesak memang memerlukan penggunaan sirene, tetapi tidak boleh sembarangan.
Di bawah kepemimpinannya, Agus telah melarang pengawalnya menyalakan strobo secara sembarangan. Ia merasa bahwa tindakan tersebut tidak hanya mengganggu dirinya, tetapi juga meresahkan pengguna jalan lainnya yang menjalani aktivitas sehari-hari.
Sikap tegasnya ini mencerminkan kesadaran akan tanggung jawab sosial, di mana seorang pemimpin seharusnya menjadi contoh yang baik dalam berperilaku di muka umum. Ia mengatakan kepada satuannya untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan saat berada di jalan raya.
Aturan Tentang Kendaraan yang Harus Didahulukan di Jalan
Selain menjunjung tinggi aturan, Agus Subiyanto juga mengingatkan tentang pentingnya memprioritaskan kendaraan tertentu sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat tujuh jenis kendaraan yang harus didahulukan di jalan raya.
Kendaraan tersebut meliputi pemadam kebakaran yang sedang bertugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, serta kendaraan yang memberikan pertolongan dalam kecelakaan lalu lintas. Hal ini penting untuk memastikan bahwa layanan darurat dapat beroperasi dengan efisien dan efektif.
Relevansi aturan ini tak hanya berlaku bagi pejabat, tetapi juga untuk semua pengguna jalan. Dengan memahami dan menghargai hak kendaraan yang membutuhkan prioritas, keselamatan di jalan raya dapat terjaga lebih baik.
Respon Masyarakat terhadap Penggunaan Sirene dan Strobo
Fenomena penggunaan sirene dan strobo mulai memicu gelombang penolakan di media sosial. Banyak masyarakat yang merasa terganggu dengan kebiasaan pejabat yang mengedepankan pengawalan mewah di jalan raya, yang cenderung mengabaikan kepentingan publik lainnya. Kejadian ini menandakan adanya kesenjangan antara elit dan masyarakat umum.
Menyikapi respons tersebut, pihak berwenang mengumumkan bahwa penggunaan sirene dan strobo akan dibekukan sementara. Langkah ini diambil sebagai bentuk pengakuan atas keluhan masyarakat yang merasa terganggu.
Kepala Korps Lalu Lintas menyatakan bahwa penggunaan sirene seharusnya terbatas pada situasi mendemonstrasi kebutuhan mendesak yang jelas. Kebijakan ini diharapkan dapat meredakan ketegangan yang muncul antara pejabat dan masyarakat, serta menciptakan lingkungan berkendara yang lebih kondusif.